Pages

Monday, October 10, 2011

Tourist Trap

image from cartoonstock

Bagi para turis dan traveler, pasti sudah gak asing lagi sama yang namanya tourist trap. Apa sih sebenarnya tourist trap itu? Dan kenapa kata tourist trap jadi berkesan negatif? Menurut saya, tourist trap itu adalah atraksi (landmark ataupun show) dan aktivitas yang ujung-ujungnya tujuannya hanya mengeruk uang turis dan traveler dan tidak memberi nilai tambah kepada traveler itu sendiri. Yang namanya mengeruk uang ya kesannya negatif, padahal belum tentu semua orang berpikiran sama. Bisa jadi ada orang yang suka kalau uangnya dikeruk *ada yang gak suka, harusnya ada yang suka dong, kan keseimbangan alam*. Gak jadi negatif deh konotasi jebakan turis tadi :D

Wondering kenapa namanya tourist trap, bukannya traveler trap? Tapi saya bukan mau ngebahas turis sama traveler kok ;)

Dari blogwalking kemana-mana, saya jadi tahu juga bahwa tourist trap itu relatif. Tapi rata-rata yang dikeluhkan adalah, harga yang dibayarkan tidak sesuai dengan apa yang didapat. Contohnya, ada menara A di negara X. Sudah kesananya susah, di sekitarnya cuma ada toko suvenir mahal.

Kalau yang pernah saya alami sendiri sih, tourist trap itu misalnya, obyek wisata yang sudah dimanipulasi sedemikian rupa sehingga di brosur wisata tampak menarik, tapi pas kesana komen saya cuma "Oh gini doang..." *burung gagak berkoak-koak*. Atau waktu membeli suvenir, gombalan penjualnya maut sekali, sehingga saya membeli barang yang harga di pasar harusnya cuma setengahnya. Dasar gampang tertipu gombalan, cuih!

Dulu sebelum memulai jadi traveler, saya pikir tourist trap itu gak mungkin menimpa saya kalau saya masih berada di daerah yang saya bisa paham bahasanya. Eh ternyata, bahkan di Jawa Timur pun saya masih bisa kena tourist trap. Di Bromo tepatnya :|

Jadi gini ceritanya, awal Desember 2010 saya dan beberapa teman kesana untuk wisata erupsi. Pagi hari saat sunset itu kita mendaki ke titik pengamatan yang cukup aman dari asap erupsi. Waktu kita lagi jalan turun dan mengambil foto, ada 2 orang ibu-ibu yang sepertinya penduduk asli sedang merumput. Eh, nyari rumput maksudnya. Dua ibu ini tiba-tiba minta difoto. Perasaan saya sudah agak-agak aneh sih, eh ternyata benar. Selesai foto mereka berdua minta dibayar. Bilangnya sih seikhlasnya, tapi sewaktu dikasih 5 ribu malah minta nambah. Cape deeeehh.... -_-"

Kalau di luar negri, tourist trap yang paling berkesan adalah di Vietnam sewaktu saya dan teman-teman tour ke Tam Coc. Yang ditawarkan disini adalah menyusuri sungai dengan perahu kayuh dengan view bukit kapur menjulang tinggi di sisi sepanjang sungai. Seperti Halong Bay tapi versi darat. Viewnya cukup oke, harga paket perahu yang ditawarkan juga tidak terlalu mahal. Lantas dimana tourist trapnya?

Jadi, si pengayuh perahu itu sewaktu setengah perjalanan awal memuji-muji kita. Lantas, sewaktu setengah perjalanan terakhir dia sibuk menawar-nawarkan barang dagangannya dengan memaksa. Iya, maksa! Maksanya banget lagi. Walaupun kita sudah mati-matian menolak, dia lebih mati-matian lagi menawarkan barang ini dan itu, pokoknya semua yang dibawanya. Dan setelah mau turun pun, dia minta tips. Padahal sudah jelas-jelas tarif naik perahu itu disepakati sejak awal. *Sigh* -__-"

Ada lagi, tapi ini dialami teman saya. Ya di Vietnam juga sih. Ceritanya ada penjual buah yang pakai pikulan dan caping. Eh ujug-ujug si teman ini dipakein caping sama pikulan. Trus bilang ke kita -teman yang lain- biar ngefoto. Abis gitu minta dikasih duit. Lah, orang kita gak minta dipasangin caping sama dibawain pikulan. *Another sigh* -___-"

Tapi ya, walaupun gitu kita gak kapok traveling kok. Anggap saja ini salah satu "hiburan" tambahan dalam perjalanan. Lalalalalala..... :D


P.S:
*Anyway, kok banyak yang bilang menara Pisa itu tourist trap ya? Padahal saya belum pernah dan pengen kesana :D