Dengan makin mudahnya kita nyari jawaban dari internet, termasuk masalah kesehatan, saya yakin bukan cuma saya sendiri yang suka konsultasi ke
google untuk diagnosis penyakit. Gak cuma untuk diagnosis penyakit, tapi juga untuk cari kandungan obat, cari alternatif
home remedies dan tetek bengeknya. Memang benar, internet menawarkan banyak jawaban, tapi untuk beberapa kasus, belum tentu valid.
Hal ini saya alami sendiri. Belum ada seminggu yang lalu saya mengalami gatal-gatal di kulit dan bengkak pada wajah yang berakibat saya ke IGD terdekat tengah malam. Setelah diperiksa dan diberi injeksi, bengkaknya perlahan membaik dan gatalnya pun berkurang. Saya yang sebelumnya tidak pernah ada riwayat alergi apapun bilang ke dokternya,
"mungkin digigit serangga dok". Setelah diberi obat minum yang hanya dikonsumsi saat gatal saja, saya pulang lah dari IGD jam 2 dini hari jalan kaki ke kosan (deket ini :D)
Lusanya saya ngerasain gatal-gatal lagi di beberapa spot di kaki dan muncul gelembung-gelembung kecil di bawah kulit jempol tangan kiri. Seperti biasa kalo ada masalah kesehatan saya langsung
googling dulu. Saya tulis gejalanya apa, dan nemunya yang saya alami antara
scabies atau kutu air.
Untuk lebih memastikan, saya ke dokter umum di klinik kantor. Dokternya menyarankan agar saya notol jempol dengan betadine. Semakin yakin saya, kalo itu kutu air.
Setelah dari dokter di klinik kantor, saya
googling lagi tentang kutu air. Penyebabnya apa saja dan pengobatannya bagaimana. Saya coba jg
home remedies untuk kutu air, yang direndam air garam lah, air baking soda lah, atau gelembungnya ditusuk dan airnya dikeluarkan kemudian dikompres Rivanol lah. Terus, karena kutu air itu disebabkan oleh faktor higienitas yang kurang, hari minggu saya bersih-bersih kamar kosan sebersih-bersihnya. Dari mulai ngelap dan ngepel semua permukaan, jemur kasur
*yang ternyata berat diangkatnya*, nyuci segala macem baju dan kain yang ada di kamar, dsb. Eeeh, kok penampakan di jempol kiri saya gak malah membaik, malah menyeramkan.
Akhirnya Senin kemarin saya ke dr Adhi Djuanda SpKK di daerah Otista, si dokter ini sudah tua tapi terkenal banget. Waktu saya kesana, tempat prakteknya gak meyakinkan karena ada di dalam apotik yang bangunannya juga sudah tua. Dokternya sudah sepuh, duduk di kursi roda, bicara pun tidak jelas. Yang menerjemahkan adalah susternya. Beberapa hal yang ditanya ke saya?
'Kenapa?' 'Gatal?' 'Nyuci?'. Setelah diperiksa sebentar, dengan diterjemahin susternya, saya gak dibolehin nyuci dan gak dibolehin makan
seafood, dan mandinya pake sabun bayi (ini kulit mentenensnya mahal ya bok :D)
Ternyataaa, selama ini saya melakukan pengobatan sendiri dengan berpedoman pada diagnosis yang salah. Yang saya alami di jempol kiri itu
dyshidrosis yang penyebabnya bukan masalah higienitas.
Dyshidrosis ini penyebabnya bisa jadi karena faktor alergi, atau sering terpapar logam, atau sedang stres (yang paling terakhir ini kayaknya cocok hahaha). Dan cara mengatasinya sebenarnya dengan cara melembabkan kulit dengan baik. Jadi yang saya lakukan beberapa hari sebelumnya seperti nyuci tangan dengan deterjen, mandi dengan sabun dett*l dan pake betadine itu malah salah total.
Sudahlah ya, sudah terlanjur begitu, saya mengikuti cara pengobatan dokter spesialis ini, minum obat oralnya *kalau berasa gatel* dan ngolesin salepnya. Alhamdulillah lho, dalam semalam gelembung-gelembung yang masih ada di jempol pada kempes semua. Tinggal bekas kulit yang terlanjur lecet sebelumnya dan mengalami penebalan. Kalo liat kulit jempol kiri saya saat ini suka gak tega,
gengges banget penampakannya. Tapi ya kudu sabar lah, sambil diterusin pengobatan pakai salep dokter. Mudah-mudahan bekas kulit yang menebal bisa pulih seperti sedia kala, jadi bisa absen pakai
scan sidik jari jempol kiri lagi :D
Selanjutnya, apa saya kapok konsultasi ke dokter
google lagi? Jawabannya sih enggak, saya mah orangnya gitu, hahaha. Jadi
next time ya tetep ke dokter, kalau tidak mempan di dokter umum ya ke dokter spesialis dengan tetap konsultasi ke
google :D