Pages
Friday, November 23, 2012
Tuesday, November 20, 2012
Mikirin Negara
Hari Sabtu kemarin saya ke nonton Skyfall dan ke Gramed, beli 2 buah buku. Skyfall gak perlu diceritain atau direview lah ya. Coba cek aja di imdb atau rotten tomatoes. Kalo rating saya pribadi sih skornya 4/5.
Yang pengen saya posting disini adalah buku yang saya beli. Satunya tentang sejarah Tionghoa di Indonesia yang merupakan kumpulan tulisan wartawan Republika. Saya lumayan takjub baca buku ini karena banyak sekali cerita sejarah yang tidak saya ketahui. Ada cerita tentang tokoh Tionghoa yang jadi tokoh pergerakan di jaman kemerdekaan Indonesia tapi namanya tidak pernah ada di buku sejarah. Ada juga cerita tentang Republik Lanfang di Kalimantan Barat yang saya gak pernah dapat di pelajaran sejarah di sekolah, tapi ketika diketik di google ada beberapa source bacaan tersedia. (Pengarang buku sejarah yang diajarkan di sekolah itu terlalu diskriminatif sama golongan minoritas dan terlalu java-is apa ya?)
Saya sih pada dasarnya suka belajar sejarah, walaupun suka mixed up antara tahun kejadian ini dan itu. Dan gak terbatas sejarah kuno bangsa antah berantah gitu, sejarah Indonesia saya juga suka. Ini bukan berarti saya orangnya susah move on karena suka sejarah *abaikan kalimat ini*. History is fascinating. Dan sisi plusnya, it's educative.
Satu buku sudah khatam dibaca. Lanjut buku selanjutnya, which is buku yang ditulis Bpk Adhyaksa Dault. Nah gara-gara baca buku ini nih saya jadi googling keterangan yang ditulis di buku, yang menyebutkan ranking Indonesia diantara 16 negara lainnya yang disurvei. Apa yang disurvei? Tingkat korupsi. Dan hasilnya? Nih lihat saja di gambar.
Ujung-ujungnya kalau sudah baca buku semacam ini adalah...mikirin negara. Akar permasalahan yang bisa bikin negara kayak gitu apa, atau apa yang bisa dilakukan biar bisa mengurangi atau bahkan memberantas hal semacam itu. I used to have imaginary dialogues in my head while and after reading book or such articles like this. But usually these imaginary dialogues finally fade away and washed off of my head. I feel like a jerk sometimes, drown in this "mikirin negara" utopia without doing something real :(
Yang pengen saya posting disini adalah buku yang saya beli. Satunya tentang sejarah Tionghoa di Indonesia yang merupakan kumpulan tulisan wartawan Republika. Saya lumayan takjub baca buku ini karena banyak sekali cerita sejarah yang tidak saya ketahui. Ada cerita tentang tokoh Tionghoa yang jadi tokoh pergerakan di jaman kemerdekaan Indonesia tapi namanya tidak pernah ada di buku sejarah. Ada juga cerita tentang Republik Lanfang di Kalimantan Barat yang saya gak pernah dapat di pelajaran sejarah di sekolah, tapi ketika diketik di google ada beberapa source bacaan tersedia. (Pengarang buku sejarah yang diajarkan di sekolah itu terlalu diskriminatif sama golongan minoritas dan terlalu java-is apa ya?)
Saya sih pada dasarnya suka belajar sejarah, walaupun suka mixed up antara tahun kejadian ini dan itu. Dan gak terbatas sejarah kuno bangsa antah berantah gitu, sejarah Indonesia saya juga suka. Ini bukan berarti saya orangnya susah move on karena suka sejarah *abaikan kalimat ini*. History is fascinating. Dan sisi plusnya, it's educative.
Satu buku sudah khatam dibaca. Lanjut buku selanjutnya, which is buku yang ditulis Bpk Adhyaksa Dault. Nah gara-gara baca buku ini nih saya jadi googling keterangan yang ditulis di buku, yang menyebutkan ranking Indonesia diantara 16 negara lainnya yang disurvei. Apa yang disurvei? Tingkat korupsi. Dan hasilnya? Nih lihat saja di gambar.
Ujung-ujungnya kalau sudah baca buku semacam ini adalah...mikirin negara. Akar permasalahan yang bisa bikin negara kayak gitu apa, atau apa yang bisa dilakukan biar bisa mengurangi atau bahkan memberantas hal semacam itu. I used to have imaginary dialogues in my head while and after reading book or such articles like this. But usually these imaginary dialogues finally fade away and washed off of my head. I feel like a jerk sometimes, drown in this "mikirin negara" utopia without doing something real :(
Thursday, November 8, 2012
Belajar Sejarah di Museum Ullen Sentalu
Halo blog, kasian ya kamu lama gak disambangin yang punya *pukpuk pake tangan Zayn Malik*
Jadi gini, libur lebaran Idul Adha kemarin saya solo traveling ke Jogja. Salah satu kota favorit saya, setelah Malang tentunya :) Jadi sudah beberapa kali saya ke Jogja tapi rasanya tempat ini gak habis-habis pesonanya buat dieksplorasi *ini yang penduduk aslinya baca statemen saya bisa kembang-kempis idungnya*.
Nah, kali ini saya sempatin ke museum Ullen Sentalu yang terletak di wilayah taman wisata Kaliurang, sekitar 25 km dari pusat kota Jogja. Herannya, gak banyak warga Jogja sendiri yang tahu keberadaan museum ini. Sempat saya bertanya sama sopir bis ke arah Kaliurang gimana cara mencapai museum ini, eh dia tidak tahu. Oh iya, sangat jarang ada kendaraan umum yang melewati museum ini. Jadi bagi yang ingin kesana disarankan naik kendaraan pribadi saja.
Harga tiket masuk museum ini 25 ribu rupiah untuk dewasa, dan 15 ribu rupiah untuk anak-anak. Untuk visitor mancanegara tiketnya 50 ribu untuk dewasa dan 25 ribu untuk anak-anak (i'm wonderin teman saya satu ini bakal bayar berapa kalau kesini karena mukanya kayak turis korea #dikeplak). Cukup mahal ya untuk ukuran tiket masuk museum? But it's all worth it *trust me*.
Ullen Sentalu sendiri adalah akronim dari "Ulating Blencong Sejatine Tataraning Lumaku" yang artinya “Nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan”. Blencong itu lampu minyak yang biasa dipake pas wayang kulit.
Masuk museum ini kita bakal ditemani seorang guide. Di museum ini koleksi yang dipamerkan gak dikasih label. Agak menyusahkan sih ya, mana gak boleh ambil foto juga. Tapi guidenya menjelaskan dengan detail banget, sampai filosofi ruangan dan segala macamnya *kudos*. Kita bakal dibawa ke Ruang Seni Tari dan Gamelan yang isinya lukisan tari dan seperangkat gamelan *yaiyalah*. Kemudian masuk ke lorong bawah tanah Guwo Selo Giri kita akan disambut *halah* dengan lukisan dan foto dokumentasi tokoh kraton Dinasti Mataram Islam. Mulai dari kraton Yogyakarta, Surakarta, Paku Alaman dan Mangkunegaran. Sedih ya, ada satu kerajaan besar yaitu Mataram yang kemudian terpecah belah akibat politik devide et impera kolonial Belanda. Verdomme!
Menjelajahi ruangan dengan ditemani narasi guide yang lancar dan merepet cepat bagai petasan, saya mendapat banyak pengetahuan baru tentang tokoh-tokoh keraton ini. Seperti misalnya sejarah Sultan HB IX yang sangat dicintai rakyatnya. Beliau menyumbangkan uang 6 juta gulden pada waktu itu untuk membantu negara RI yang barusan memproklamasikan kemerdekaannya. Gak cuma itu, saya juga baru tahu kalau lifestyle tokoh keraton jaman dulu itu tinggi. Seperti Raden Ayu Kuspariyah ibunda PB XII yang mahir piano dan biola, serta menguasai beberapa bahasa asing dengan mahir *mendadak pengen garuk dinding gua batu karena minder*. Dan masih banyak cerita menarik tentang tokoh lainnya yang dipajang di ruangan ini (cobalah iseng memperhatikan pigura dan lukisan lebih tajam, akan banyak detail menarik yang ada disitu).
Lokasi berikutnya adalah area Kampung Kambang, dimana setiap ruangan terletak di atas kolam air *yang bagi saya seperti selokan #merusakcerita #ditabok*. Ruangan pertama adalah Ruang Syair, yang diperuntukkan kepada GRAj Koes Sapariyam, putri PB XI, yang punya panggilan akrab Tineke. Ruang ini berisi syair yang ditujukan kepada Tineke dari kerabat dan teman-teman beliau karena saat itu beliau sedang bersedih akibat kisah cintanya tidak disetujui ibundanya. *Masuk akal banget sih kalo jaman dulu hiburan buat putri yang galau itu adalah syair-syair puisi. Maklum belum ada socmed #ngok*
Selanjutnya adalah Royal Room Ratu Mas yang dipersembahkan untuk permaisuri PB X. Ruangan ini berisi lukisan, foto dan koleksi barang pribadi permaisuri, yang ternyata menggambarkan bahwa beliau adalah wanita yang modis. Lanjut lagi ke dua ruangan yang khusus menampilkan koleksi batik, satu batik khas keraton Surakarta dan satu lagi khas keraton Yogyakarta. Nah bedanya apa? Ya beda dong, makanya dipajang di dua ruangan yang berbeda *not helping, sigh*.
Batik Solo itu warna dasarnya sogan atau kuning gelap, sedangkan batik Yogya warna dasarnya adalah putih. Pada dasarnya setiap motif batik tradisional itu ada filosofinya. Seperti Sidomukti yang maknanya mengandung harapan kebahagiaan lahir dan batin. Karena makna filosofisnya inilah, kain batik tidak boleh dipergunakan sembarangan. Motif Tuntrum misalnya, dipakai orang tua pengantin pada saat pernikahan karena bermakna menuntun. Diharapkan orang tua yang memakainya mampu memberi contoh dan petunjuk yang baik kepada putra-putrinya yang mau memasuki kehidupan berumah tangga *eaaa, bahasanya neng*.
Hosh hosh, lanjut ceritanya. Selanjutnya ruangan yang dimasuki adalah Ruang Putri Dambaan. Ruang ini dikhususkan untuk GRAy Siti Nurul Kamaril Ngarasati Kusumawardhani Soerjosoejarso -panggil saja Gusti Nurul- putri dari Mangkunegara VII. Sesuai nama ruangan ini, beliau memang dambaan banyak pria pada masa itu, kecantikannya sudah tersohor kemana-mana. Bahkan mungkin kalau saya hidup di jaman itu dan jadi laki-laki bisa jadi saya juga naksir beliau *halah banget*. Lha gimana gak jadi dambaan banyak pria, selain cantik beliau juga mahir tenis, berenang dan berkuda. Eits, jangan ngaco dengan menyebutkan kuda lumping, karena beliau memang mahir berkuda beneran bahkan sering memenangkan berbagai perlombaan. Gusti Nurul ini juga pernah menampilkan tari di pernikahan putri Juliana di Belanda. Karena gamelannya tidak boleh dibawa ke Belanda maka waktu itu Gusti Nurul menari dengan alunan gamelan dari telepon yang dimainkan di Solo.
Nah keren banget kan beliau ini, udah cantik, pintar menari, mahir berkuda, putri lagi. Gak heran Soekarno, Sultan Hamengkubuwono IX dan Sutan Sjahrir pun naksir. Tapi kerennya Gusti Nurul ini, beliau menolak karena berprinsip tidak mau dipoligami dan menolak menikahi politisi. Karena prinsip inilah beliau baru menikah di usia 30 tahun dengan pria pilihannya sendiri, Kolonel Soejarso yang bukan politisi dan bukan raja. Pilihannya adalah seorang lelaki sederhana *tsaaahh....opo iki?*.
Kemudian menuju ruang terakhir lewat Koridor Retja Landa yang banyak memajang arca dewa-dewi Hindu dan Budha dari abad 8 Masehi. Yang saya paling ingat adalah arca Ganesha dimana guidenya menjelaskan bahwa kenapa perut Ganesha digambarkan buncit, itu karena jaman dahulu dianggap disitulah tempat menyimpan ilmu dan kebijaksanaan. Saya sih dalam hati menganggap itu cuma pembelaan orang-orang jaman dulu yang berperut buncit :D
Dan ngomong-ngomong di belakang arca Ganesha ini ada kolam yang berisi ikan dan kecebong yang hampir sebanyak cendol, sudah mulai berkaki pula, hiiyyy #detailgakpenting.
Ruang terakhir adalah Sasana Sekar Bawana yang berisikan lukisan dan patung. Diantaranya adalah lukisan Sri Sultan HB X dan permaisuri Ratu Hemas sedang menerima kunjungan kenegaraan dari Pangeran Charles dan Putri Diana. Ada juga lukisan tari Bedaya Ketawang yang sakral dan agak mistis, karena menggambarkan 9 penari dan Kanjeng Ratu Kidul yang digambar menerawang sebagai penari kesepuluhnya.
Termasuk dalam paket tur museum Ullen Sentalu ini adalah pengunjung diberi kesempatan mencicipi minuman spesial resep khusus dari Kanjeng Ratu Mas. Minuman yang berasa di lidah saya campuran jahe, cengkeh dan gula jawa ini konon katanya bisa bikin sehat dan awet muda. Oiya pada saat tur saya sempat melihat ada ruangan khusus untuk anak-anak kecil belajar menari Jawa. Pengunjung museum pun diperbolehkan ikut belajar disitu, tapi pada waktu itu saya lebih milih foto-foto di taman dalam kompleks museum ini :hammer.
P.S: kalau ke Jogja lagi wajib kesini lagi, i LOVE this place definitely :)
Jadi gini, libur lebaran Idul Adha kemarin saya solo traveling ke Jogja. Salah satu kota favorit saya, setelah Malang tentunya :) Jadi sudah beberapa kali saya ke Jogja tapi rasanya tempat ini gak habis-habis pesonanya buat dieksplorasi *ini yang penduduk aslinya baca statemen saya bisa kembang-kempis idungnya*.
Nah, kali ini saya sempatin ke museum Ullen Sentalu yang terletak di wilayah taman wisata Kaliurang, sekitar 25 km dari pusat kota Jogja. Herannya, gak banyak warga Jogja sendiri yang tahu keberadaan museum ini. Sempat saya bertanya sama sopir bis ke arah Kaliurang gimana cara mencapai museum ini, eh dia tidak tahu. Oh iya, sangat jarang ada kendaraan umum yang melewati museum ini. Jadi bagi yang ingin kesana disarankan naik kendaraan pribadi saja.
Harga tiket masuk museum ini 25 ribu rupiah untuk dewasa, dan 15 ribu rupiah untuk anak-anak. Untuk visitor mancanegara tiketnya 50 ribu untuk dewasa dan 25 ribu untuk anak-anak (i'm wonderin teman saya satu ini bakal bayar berapa kalau kesini karena mukanya kayak turis korea #dikeplak). Cukup mahal ya untuk ukuran tiket masuk museum? But it's all worth it *trust me*.
tiket masuk museum
Ullen Sentalu sendiri adalah akronim dari "Ulating Blencong Sejatine Tataraning Lumaku" yang artinya “Nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan”. Blencong itu lampu minyak yang biasa dipake pas wayang kulit.
kali ada yang penasaran blencong itu kyk gimana (source:wayang.wordpress.com)
Masuk museum ini kita bakal ditemani seorang guide. Di museum ini koleksi yang dipamerkan gak dikasih label. Agak menyusahkan sih ya, mana gak boleh ambil foto juga. Tapi guidenya menjelaskan dengan detail banget, sampai filosofi ruangan dan segala macamnya *kudos*. Kita bakal dibawa ke Ruang Seni Tari dan Gamelan yang isinya lukisan tari dan seperangkat gamelan *yaiyalah*. Kemudian masuk ke lorong bawah tanah Guwo Selo Giri kita akan disambut *halah* dengan lukisan dan foto dokumentasi tokoh kraton Dinasti Mataram Islam. Mulai dari kraton Yogyakarta, Surakarta, Paku Alaman dan Mangkunegaran. Sedih ya, ada satu kerajaan besar yaitu Mataram yang kemudian terpecah belah akibat politik devide et impera kolonial Belanda. Verdomme!
Menjelajahi ruangan dengan ditemani narasi guide yang lancar dan merepet cepat bagai petasan, saya mendapat banyak pengetahuan baru tentang tokoh-tokoh keraton ini. Seperti misalnya sejarah Sultan HB IX yang sangat dicintai rakyatnya. Beliau menyumbangkan uang 6 juta gulden pada waktu itu untuk membantu negara RI yang barusan memproklamasikan kemerdekaannya. Gak cuma itu, saya juga baru tahu kalau lifestyle tokoh keraton jaman dulu itu tinggi. Seperti Raden Ayu Kuspariyah ibunda PB XII yang mahir piano dan biola, serta menguasai beberapa bahasa asing dengan mahir *mendadak pengen garuk dinding gua batu karena minder*. Dan masih banyak cerita menarik tentang tokoh lainnya yang dipajang di ruangan ini (cobalah iseng memperhatikan pigura dan lukisan lebih tajam, akan banyak detail menarik yang ada disitu).
Lokasi berikutnya adalah area Kampung Kambang, dimana setiap ruangan terletak di atas kolam air *yang bagi saya seperti selokan #merusakcerita #ditabok*. Ruangan pertama adalah Ruang Syair, yang diperuntukkan kepada GRAj Koes Sapariyam, putri PB XI, yang punya panggilan akrab Tineke. Ruang ini berisi syair yang ditujukan kepada Tineke dari kerabat dan teman-teman beliau karena saat itu beliau sedang bersedih akibat kisah cintanya tidak disetujui ibundanya. *Masuk akal banget sih kalo jaman dulu hiburan buat putri yang galau itu adalah syair-syair puisi. Maklum belum ada socmed #ngok*
Selanjutnya adalah Royal Room Ratu Mas yang dipersembahkan untuk permaisuri PB X. Ruangan ini berisi lukisan, foto dan koleksi barang pribadi permaisuri, yang ternyata menggambarkan bahwa beliau adalah wanita yang modis. Lanjut lagi ke dua ruangan yang khusus menampilkan koleksi batik, satu batik khas keraton Surakarta dan satu lagi khas keraton Yogyakarta. Nah bedanya apa? Ya beda dong, makanya dipajang di dua ruangan yang berbeda *not helping, sigh*.
Batik Solo itu warna dasarnya sogan atau kuning gelap, sedangkan batik Yogya warna dasarnya adalah putih. Pada dasarnya setiap motif batik tradisional itu ada filosofinya. Seperti Sidomukti yang maknanya mengandung harapan kebahagiaan lahir dan batin. Karena makna filosofisnya inilah, kain batik tidak boleh dipergunakan sembarangan. Motif Tuntrum misalnya, dipakai orang tua pengantin pada saat pernikahan karena bermakna menuntun. Diharapkan orang tua yang memakainya mampu memberi contoh dan petunjuk yang baik kepada putra-putrinya yang mau memasuki kehidupan berumah tangga *eaaa, bahasanya neng*.
Hosh hosh, lanjut ceritanya. Selanjutnya ruangan yang dimasuki adalah Ruang Putri Dambaan. Ruang ini dikhususkan untuk GRAy Siti Nurul Kamaril Ngarasati Kusumawardhani Soerjosoejarso -panggil saja Gusti Nurul- putri dari Mangkunegara VII. Sesuai nama ruangan ini, beliau memang dambaan banyak pria pada masa itu, kecantikannya sudah tersohor kemana-mana. Bahkan mungkin kalau saya hidup di jaman itu dan jadi laki-laki bisa jadi saya juga naksir beliau *halah banget*. Lha gimana gak jadi dambaan banyak pria, selain cantik beliau juga mahir tenis, berenang dan berkuda. Eits, jangan ngaco dengan menyebutkan kuda lumping, karena beliau memang mahir berkuda beneran bahkan sering memenangkan berbagai perlombaan. Gusti Nurul ini juga pernah menampilkan tari di pernikahan putri Juliana di Belanda. Karena gamelannya tidak boleh dibawa ke Belanda maka waktu itu Gusti Nurul menari dengan alunan gamelan dari telepon yang dimainkan di Solo.
foto Gusti Nurul sewaktu muda, dapet dari Google
Nah keren banget kan beliau ini, udah cantik, pintar menari, mahir berkuda, putri lagi. Gak heran Soekarno, Sultan Hamengkubuwono IX dan Sutan Sjahrir pun naksir. Tapi kerennya Gusti Nurul ini, beliau menolak karena berprinsip tidak mau dipoligami dan menolak menikahi politisi. Karena prinsip inilah beliau baru menikah di usia 30 tahun dengan pria pilihannya sendiri, Kolonel Soejarso yang bukan politisi dan bukan raja. Pilihannya adalah seorang lelaki sederhana *tsaaahh....opo iki?*.
Kemudian menuju ruang terakhir lewat Koridor Retja Landa yang banyak memajang arca dewa-dewi Hindu dan Budha dari abad 8 Masehi. Yang saya paling ingat adalah arca Ganesha dimana guidenya menjelaskan bahwa kenapa perut Ganesha digambarkan buncit, itu karena jaman dahulu dianggap disitulah tempat menyimpan ilmu dan kebijaksanaan. Saya sih dalam hati menganggap itu cuma pembelaan orang-orang jaman dulu yang berperut buncit :D
Dan ngomong-ngomong di belakang arca Ganesha ini ada kolam yang berisi ikan dan kecebong yang hampir sebanyak cendol, sudah mulai berkaki pula, hiiyyy #detailgakpenting.
Ruang terakhir adalah Sasana Sekar Bawana yang berisikan lukisan dan patung. Diantaranya adalah lukisan Sri Sultan HB X dan permaisuri Ratu Hemas sedang menerima kunjungan kenegaraan dari Pangeran Charles dan Putri Diana. Ada juga lukisan tari Bedaya Ketawang yang sakral dan agak mistis, karena menggambarkan 9 penari dan Kanjeng Ratu Kidul yang digambar menerawang sebagai penari kesepuluhnya.
Termasuk dalam paket tur museum Ullen Sentalu ini adalah pengunjung diberi kesempatan mencicipi minuman spesial resep khusus dari Kanjeng Ratu Mas. Minuman yang berasa di lidah saya campuran jahe, cengkeh dan gula jawa ini konon katanya bisa bikin sehat dan awet muda. Oiya pada saat tur saya sempat melihat ada ruangan khusus untuk anak-anak kecil belajar menari Jawa. Pengunjung museum pun diperbolehkan ikut belajar disitu, tapi pada waktu itu saya lebih milih foto-foto di taman dalam kompleks museum ini :hammer.
P.S: kalau ke Jogja lagi wajib kesini lagi, i LOVE this place definitely :)
Subscribe to:
Posts (Atom)