Pages

Tuesday, September 20, 2016

7641 Miles* Away from Home

*In case you're wondering, it's 12296 km.

Datang dan tinggal di luar negara kelahiran itu tentu saja berbeda dengan datang untuk urusan traveling atau sekedar visiting. Dan pengalaman settling in bakal berbeda untuk masing-masing orang. Kalo saya sih banyak yang perlu diurusin sendiri. Seru sih, jadi belajar banyak pengalaman baru (will write another posts later, maybe). Dan banyak kesempatan untuk menertawakan diri sendiri, karena melakukan hal-hal konyol (maklum newbie). 

Jadi saya disini tinggal di shared house sewaan dengan kontrak setahun. Rumah yang saya sewa ini sudah fully furnished sebetulnya, tapi peralatan kecil-kecil gak tersedia. Sementara teman-teman lain ada yang tinggal di shared house yang sudah komplit, tinggal datang, bawa diri dan baju saja, saya masih harus mengusahakan sendiri barang-barang semisal bantal, seprai, duvet, panci, wajan, peralatan makan, dll.

Daaan...baru 10 hari saya disini, sudah ada random feeling tentang rumah dan kampung halaman. Entah ini homesick atau bukan, yang jelas saat ini saya pengen banget makan sayur daun pepaya. Disini boro-boro daun pepaya, kangkung saja mesti diimpor dulu dari Thailand, mahal pula harganya pas sudah sampai kesini. Harga seikat kangkung bisa 10 kali harga di pasar dekat rumah atau di abang tukang sayur keliling.

Ini bukan di India kok, suer :))

P.S: This post was written randomly in the first night of my first lecture, and i've already got pre-, during- and post-reading lists for my course, which are quite.....a lot. 

Wednesday, November 18, 2015

Konsultasi Penyakit Ke Dokter Google


Dengan makin mudahnya kita nyari jawaban dari internet, termasuk masalah kesehatan, saya yakin bukan cuma saya sendiri yang suka konsultasi ke google untuk diagnosis penyakit. Gak cuma untuk diagnosis penyakit, tapi juga untuk cari kandungan obat, cari alternatif home remedies dan tetek bengeknya. Memang benar, internet menawarkan banyak jawaban, tapi untuk beberapa kasus, belum tentu valid.

Hal ini saya alami sendiri. Belum ada seminggu yang lalu saya mengalami gatal-gatal di kulit dan bengkak pada wajah yang berakibat saya ke IGD terdekat tengah malam. Setelah diperiksa dan diberi injeksi, bengkaknya perlahan membaik dan gatalnya pun berkurang. Saya yang sebelumnya tidak pernah ada riwayat alergi apapun bilang ke dokternya, "mungkin digigit serangga dok". Setelah diberi obat minum yang hanya dikonsumsi saat gatal saja, saya pulang lah dari IGD jam 2 dini hari jalan kaki ke kosan (deket ini :D)

Lusanya saya ngerasain gatal-gatal lagi di beberapa spot di kaki dan muncul gelembung-gelembung kecil di bawah kulit jempol tangan kiri. Seperti biasa kalo ada masalah kesehatan saya langsung googling dulu. Saya tulis gejalanya apa, dan nemunya yang saya alami antara scabies atau kutu air.
Untuk lebih memastikan, saya ke dokter umum di klinik kantor. Dokternya menyarankan agar saya notol jempol dengan betadine. Semakin yakin saya, kalo itu kutu air.

Setelah dari dokter di klinik kantor, saya googling lagi tentang kutu air. Penyebabnya apa saja dan pengobatannya bagaimana. Saya coba jg home remedies untuk kutu air, yang direndam air garam lah, air baking soda lah, atau gelembungnya ditusuk dan airnya dikeluarkan kemudian dikompres Rivanol lah. Terus, karena kutu air itu disebabkan oleh faktor higienitas yang kurang, hari minggu saya bersih-bersih kamar kosan sebersih-bersihnya. Dari mulai ngelap dan ngepel semua permukaan, jemur kasur *yang ternyata berat diangkatnya*, nyuci segala macem baju dan kain yang ada di kamar, dsb. Eeeh, kok penampakan di jempol kiri saya gak malah membaik, malah menyeramkan.

Akhirnya Senin kemarin saya ke dr Adhi Djuanda SpKK di daerah Otista, si dokter ini sudah tua tapi terkenal banget. Waktu saya kesana, tempat prakteknya gak meyakinkan karena ada di dalam apotik yang bangunannya juga sudah tua. Dokternya sudah sepuh, duduk di kursi roda, bicara pun tidak jelas. Yang menerjemahkan adalah susternya. Beberapa hal yang ditanya ke saya? 'Kenapa?' 'Gatal?' 'Nyuci?'. Setelah diperiksa sebentar, dengan diterjemahin susternya, saya gak dibolehin nyuci dan gak dibolehin makan seafood, dan mandinya pake sabun bayi (ini kulit mentenensnya mahal ya bok :D)

Ternyataaa, selama ini saya melakukan pengobatan sendiri dengan berpedoman pada diagnosis yang salah. Yang saya alami di jempol kiri itu dyshidrosis yang penyebabnya bukan masalah higienitas. Dyshidrosis ini penyebabnya bisa jadi karena faktor alergi, atau sering terpapar logam, atau sedang stres (yang paling terakhir ini kayaknya cocok hahaha). Dan cara mengatasinya sebenarnya dengan cara melembabkan kulit dengan baik. Jadi yang saya lakukan beberapa hari sebelumnya seperti nyuci tangan dengan deterjen, mandi dengan sabun dett*l dan pake betadine itu malah salah total.

Sudahlah ya, sudah terlanjur begitu, saya mengikuti cara pengobatan dokter spesialis ini, minum obat oralnya *kalau berasa gatel* dan ngolesin salepnya. Alhamdulillah lho, dalam semalam gelembung-gelembung yang masih ada di jempol pada kempes semua. Tinggal bekas kulit yang terlanjur lecet sebelumnya dan mengalami penebalan. Kalo liat kulit jempol kiri saya saat ini suka gak tega, gengges banget penampakannya. Tapi ya kudu sabar lah, sambil diterusin pengobatan pakai salep dokter. Mudah-mudahan bekas kulit yang menebal bisa pulih seperti sedia kala, jadi bisa absen pakai scan sidik jari jempol kiri lagi :D

Selanjutnya, apa saya kapok konsultasi ke dokter google lagi? Jawabannya sih enggak, saya mah orangnya gitu, hahaha. Jadi next time ya tetep ke dokter, kalau tidak mempan di dokter umum ya ke dokter spesialis dengan tetap konsultasi ke google :D